Secangkir Kopi

By | January 10, 2023

“Kau tau kenapa aku sangat menyukai kopi?”

“Kau tak ingin bertanya kenapa aku selalu menghabiskan pagiku dengan secangkir kopi di atas meja kerjaku?”

“Apa kau tak ingin bertanya apapun?”

“Kenapa kau diam saja, sayang? Apa kau sedang bersedih?”

Seseorang yang kupanggil ‘sayang’ itu hanya diam saja. Dia tetap memandang lurus kedepan.
Dia sama sekali tak menghiraukan keberadaanku di sampingnya.

Aku tersenyum dan mengelus rambutnya perlahan.
“Kalau begitu aku pergi dulu yaa..hati-hati di rumah”
Setelah aku mengecup keningnya, aku bergegas pergi.

Pergi kemana? Hei, aku seorang kepala rumah tangga, jadi sudah menjadi kewajibanku untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga kecilku.

Oh ya..yang tadi aku ajak bicara adalah istriku. Bukankah dia sangat cantik? Ah..kalian kan tak pernah bertemu dengannya. Jadi, biar aku yang mendeskripsikan bagaimana cantiknya istriku itu.

Tubuhnya tinggi semampai. Tapi tentu saja tak mengalahi semampainya tubuhku.

Kulitnya kuning langsat dan halus. Hidungnya kecil dan mancung. Kemudian bibirnya tipis dan berwarna merah muda.

Dan ada satu hal yang sangat aku sukai dari istriku. Rambutnya begitu halus dan lembut.
Sampai usia pernikahan kami yang ketiga tahun ini, aku tak pernah mengetahui jenis shampoo apa yang dipakai istriku agar rambutnya bisa begitu halus dan lembut seperti itu.
Aku terlalu payah sebagai seorang suami? Sepertinya memang begitu..

Dari penjelasanku tadi, bukankah kalian dapat membayangkan betapa cantiknya istriku?

Setiap pagi, istriku yang cantik itu akan duduk di atas kursi kesayangannya dan melihat matahari terbit dari atas balkon kamar kami sambil tersenyum bahagia.
Dan sayangnya hanya pada saat seperti itulah dia tersenyum bahagia.

Setiap pagi, aku selalu menyeduh secangkir kopi untukku. Bukan karena istriku malas menyeduhkan untukku. Tapi dia memang tidak menyukai aroma kopi. Dia pernah mengatakan kalau dia akan merasa mual jika merasakan aroma kopi.
Dia memang jauh berbeda denganku.
Tapi tak apa, bukankah perbedaan itu membuat kita saling melengkapi?

“Sayang, mengapa kau sangat menyukai kopi?”

Itu adalah pertanyaan istriku, pertanyaan terakhirnya sebelum kecelakaan itu menimpanya. Menimpa kami lebih tepatnya.

Sampai sekarang aku belum bisa menjawab pertanyaannya. Karena kecelakaan itu terlanjur terjadi. Aku tak apa-apa. Tapi istriku mengalami kelumpuhan total pada kakinya.

Dan semenjak saat itu dia tak pernah bicara padaku lagi.
Bukan hanya padaku, tapi pada semua orang.
Dia menyalahkan dirinya atas kecelakaan itu.

Pada minggu pertama setelah kecelakaan itu dia hanya berteriak histeris. Dia menganggap karena pertanyaan bodohnya itulah, aku menjadi tidak konsentrasi menyetir mobil kami.

“Itu bukan pertanyaan bodoh, sayang. Dan kau bukan penyebab kecelakaan itu”

Perkataan itu yang selalu aku ucapkan ketika dia mulai berteriak histeris lagi.
Dan dia menangis, selalu menanggapi perkataanku dengan tangisannya.

***

“Kau tau kenapa aku sangat menyukai kopi?”

“Kau tak ingin bertanya kenapa aku selalu menghabiskan pagiku dengan secangkir kopi di atas meja kerjaku?”

“Apa kau tak ingin bertanya apapun?”

Setiap pagi, semua pertanyaan itu selalu menjadi percakapan searahku dengan istri cantikku.

Begitu pula dengan pagi ini. Ini hari libur, maka aku akan menemani istriku memandang matahari terbit yang terasa lebih indah dari pagi-pagi sebelumnya.

“Sayang, aku sangat menyukai kopi karena kopi akan mengingatkan aku pada senyummu. Senyum manis yang selalu kau berikan padaku tiap pagi saat aku baru membuka mataku”

Dia diam.

“Sayang, aku sangat menyukai kopi karena kopi yang selalu menemani pagiku seperti engkau menemaniku”

Dia masih diam.

“Dan kau tau, sayang..kopi ini sangat mirip denganmu. Selalu mengerti suasana hatiku seperti engkau yang selalu mengerti aku”

“Ini bukan berarti aku lebih mencintai kopi daripada dirimu”, aku tertawa mendengar pernyataan konyolku ini, “aku selalu mencintaimu sayang..dan tentu saja kopi tak akan bisa menggantikan posisimu..aku kan hanya mengatakan kalau kalian mirip”

Aku memandangnya yang sudah menoleh ke arahku, aku tersenyum lembut padanya.

Dia, istriku yang cantik itu membalas senyumku! Kemudian dia memelukku!

Aku kembali memeluknya dengan senyuman terkembang.

Secangkir kopi di hadapanku menemani pagi kami yang terasa jauh lebih indah dari pagi-pagi kami sebelumnya.

***

Tutycha F. Karisma
17 Juli 2014
10:22am

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *